Hendaklah kamu semua mengusahakan ilmu pengetahuan itu sebelum dilenyapkan. Lenyapnya ilmu pengetahuan ialah dengan matinya orang-orang yang memberikan atau mengajarkannya. Seorang itu tidaklah dilahirkan langsung pandai, jadi ilmu pengetahuan itu pastilah harus dengan belajar. ( Ibnu Mas’ud r.a )

PHOTO TERBARU

PHOTO TERBARU
Studi Industri 2015

Kamis, 30 Desember 2010

Tersedia Dana Abadi Beasiswa Rp 1 Triliun

Jakarta, Kompas - Dana abadi untuk beasiswa sebesar Rp 1 triliun saat ini sudah tersedia. Dana itu berasal dari lonjakan penerimaan negara akibat kenaikan harga minyak mentah pada awal 2010.

Meski demikian, dana itu tidak bisa segera dicairkan karena perangkat utama yang dibutuhkan sebagai syarat pencairan dana, yakni komite pendidikan yang harus dibentuk oleh beberapa kementerian, hingga saat ini belum terbentuk.

”Dana abadinya sudah tersedia Rp 1 triliun dalam APBN Perubahan 2010. Dana ini akan kami kelola, disimpan di deposito dengan bunga 7 persen per tahun, sehingga kami harap ada dana beasiswa Rp 70 miliar dalam satu tahun,” ungkap Kepala Pusat Investasi Pemerintah (PIP), Kementerian Keuangan, Soritaon Siregar di Jakarta, Rabu (29/12).

Menurut Soritaon, PIP sudah siap mencairkan dana beasiswa tersebut setelah dasar hukumnya jelas, yakni terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 238/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Pengelolaan, dan Pertanggungjawaban Endowment Fund (Dana Pengembangan Pendidikan) dan Dana Cadangan Pendidikan.

Dana ini dialokasikan dalam APBN-P 2010 sebesar Rp 1 triliun yang berasal dari lonjakan penerimaan negara dari hasil penjualan minyak mentah dan pendapatan pajak migas.

Meski sudah memegang dana abadi pendidikan tahun 2010, PIP tidak serta-merta dapat mencairkan dana tersebut untuk beasiswa. Keputusan untuk pencairan dana beasiswa dan penerimanya harus dikeluarkan oleh komite pendidikan yang hingga saat ini belum jelas statusnya karena belum terbentuk. Komite pendidikan ini merupakan lembaga gabungan antardepartemen yang selama ini memang sudah mengelola dana pendidikan, antara lain Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perhubungan.

Sebelumnya, dana abadi pendidikan yang dialokasikan dalam APBN-P 2010 sebesar Rp 2,4 triliun. Ide tersebut muncul pada saat Menteri Keuangan masih dijabat Sri Mulyani Indrawati. Anggaran Rp 2,4 triliun itu dialokasikan sebagai dana abadi pendidikan karena pada APBN-P 2010 ada tambahan anggaran belanja pendidikan nasional sebesar Rp 11,869 triliun. (OIN)

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2010/12/30/04030976/tersedia.dana..abadi.beasiswa..rp.1.triliun

Kamis, 16 Desember 2010

Prof. Oei Ban Liang : Begawan Kimia dengan Bahasa Inggris Lebih Bagus dari Orang Inggris


Prof. Oei Ban Liang, Phd merupakan dosen senior Kimia Organik dari ITB Bandung. Meski bidang studinya Kimia Organik tetapi beliau adalah seorang generalis yang menguasai bidang-bidang lainnya seperti kimia nuklir dan bioteknologi. Bakatnya untuk menjadi manusia "serba bisa" itu sesuai dengan falsafah yang dianutnya yakni ”Kalau Mau Belajar Bisa.”

Oleh karena itu, Pak Oei --- begitu beliau biasa disapa --- tidak segan-segan untuk belajar apa saja. Ia sangat memahami konsep-konsep dasar ilmiah sehingga bila sesuatu hal yang perlu dipahami secara ilmiah ia langsung tahu.

Pak Oei menuntaskan S1 di ITB tahun 1957 dan tahun 1963 meraih gelar PhD di bidang Kimia Organik dari Untiversity of Kentucky, AS. Ia pernah mengajar Kimia di Universitas Kebangsaan Malaysia (1972-1974) dan menjadi dosen Kimia di Groningen University, Belanda selama 3 bulan pada 1975.

Selama menjadi dosen pria kelahiran Blitar, 31 Agustus 1930 ini telah membimbing mahasiswa S1,S2 dan S3. Tak kurang 40 doktor ITB merupakan hasil bimbingannya.

Pak Oei pula yang merintis PAU-Bioteknologi ITB dan menjabat sebagai direkturnya dari tahun 1985 hingga 1997. Juga menjadi Ketua Bridging Program Indonesia-Australia untuk Indonesia (1987-1996).

Pak Oei dikenal sebagai negosiator ulung dalam perjanjian-perjanjian dengan pihak luar negeri. Meski perawakannya kecil tetapi rasa percaya dirinya tinggi sekali. Ia juga seorang nasionalis sejati yang tak ingin negaranya diremehkan oleh negara lain. Ketika pihak Jepang menolak membayar pengiriman nikel yang diangkut 6 buah kapal maka Pak Oei diminta bantuannya oleh PT Aneka Tambang menjadi negosiator. Ternyata persoalan beres dan pihak Jepang bersedia membayar bahan nikel dan ongkos pengirimannya.

Selain itu, Pak Oei meski memiliki latar belakang kimia organik tetapi bisa membuat kontrak radio kimia dan ternyata berhasil. Dan itu merupakan kontrak BATAN Bandung yang pertama kali dengan IAEA. Selain itu, ketika menjadi Direktur PAU beliau juga menjalin banyak kerjasama dengan pihak luar negeri, sesuatu yang gagal dilanjutkan para penerusnya.

Semua itu karena Pak Oei menguasai dengan fasih bahasa Inggris, Jerman dan Belanda. Bahkan, khusus untuk bahasa Inggris, Prof. Allan Bull, pakar bioteknologi dari University of Canterbury, Inggris pernah berkata pada Dr. Wisnuprapto dari Teknik Lingkungan ITB :"His English is even better than the Englishman." Tentu hal ini bukan komentar basa-basi belaka karena disampaikan orang Inggris sendiri yang dikenal paling rewel dalam soal penggunaan bahasa.

Saat ini di usianya yang ke-77 beliau sudah tidak seprima di masa lalu setelah terkena stroke tahun 2002 dan menjalani dialisis seminggu tiga kali akibat gangguan ginjal. Tetapi semangat hidup beliau tetap tampak terpancar diwajahnya yang dengan setia didampingi istrinya Ibu Dr. Ari Roediretna.

Sumber: http://abgnet.blogspot.com/2007/09/prof-oei-ban-liang-begawan-kimia-dengan.html

Oei Ban Liang, Pabrik Doktor


Kompas Jabar, Rabu, 15 Desember 2010 | 09:10 WIB

Ketika orang meributkan paten temulawak di Amerika Serikat, Oei Ban Liang telah memperjuangkannya sejak belasan tahun lalu melalui jalan sunyi, berliku, tanpa publikasi. Pada 9 Juni 1992, paduan kandungan temulawak dan kunyit (Rheumakur) telah mengantarkannya memperoleh paten sebagai obat rematik dan antiinflamasi dari Amerika Serikat.

Penghargaan Phyto Medica Award dari Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica merupakan bukti kerja kerasnya selama bertahun-tahun dalam mengembangkan ”obat bahan alam” dari kunyit dan temulawak. Jika hambatan utama pengembangan obat bahan alam di Indonesia adalah ”bukti klinis”, Oei Ban Liang telah berhasil menembusnya. Walau tidak berlatar belakang medis, dari sini terlihat kemampuannya dalam bekerja sama dengan berbagai pihak.

Sebagai seorang profesor ilmu kimia organik di ITB, Oei Ban Liang telah membuktikan bahwa kegiatan ilmiahnya tidak hanya terbatas di lingkungan laboratorium dan kampus, tetapi melampaui pagar kampus, bahkan melanglang jagat. Lahir dari keluarga pedagang suku Tionghoa di Blitar, anak kedua dari pasangan Oei Kian Sioe (ayah) dan Go Tong Hwa (ibu) ini seakan keluar dari pakemnya.

Bukan sebagai pebisnis, melainkan ilmuwan. Pilihan ini disadarinya sejak remaja. Pendudukan Jepang pada 1942 telah mengandaskan sekolah dasarnya. Namun, dasar anak cerdas, sekolah menengah pertamanya hanya diselesaikan dalam waktu satu tahun. Ia kemudian masuk AMS di Malang yang semakin mematangkan kemampuan otodidaknya.

Selanjutnya pada 1951 ia masuk Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia yang berlokasi di Bandung (sekarang ITB). Mata kuliah utamanya adalah Kimia dan Biologi. Pada tahun kedua dia menjadi asisten Laboratorium Fisika. Minatnya yang besar dalam penelitian membuatnya memilih menjadi ”ahli riset farmasi”.

Walau mempunyai kesempatan satu tahun lagi untuk menjadi apoteker, hal itu tidak dilakoninya. ”Saya pilih riset farmasi karena senang jadi peneliti”, ujarnya suatu ketika. Dengan penelitian, kita melatih otak untuk memecahkan masalah. ”Bukan hanya itu, dengan menguasai metodologi, kita akan bisa memecahkan masalah apa saja”, ujarnya kepada Kompas (29 Juni 2000).

Memadukan aplikasi

Apa yang diungkapkannya bukan wacana ilmiah pemanis bibir. Suatu ketika sebuah BUMN memiliki masalah karena bijih timah yang dikirim ke Jepang ditolak dengan alasan tidak memenuhi syarat sebagaimana diperjanjikan. Akhirnya, Oei Ban Liang diminta memecahkan masalah ini.

Dari analisisnya, ternyata justru pihak Jepang yang keliru dalam metodologi sampling sehingga hasilnya dianggap tidak memadai. Dengan teliti dan telaten, semua masalah digali dan akhirnya Jepang harus menerima bijih timah dari BUMN tersebut.

Walau lulus sebagai doktor kimia organik, Oei tidak menyukai ”sekat” ilmu. Baginya pembagian ilmu kimia sebagai organik, anorganik, kimia-fisik, dan seterusnya hanyalah untuk memudahkan pemahaman. Dalam aplikasinya, semua harus dipadukan, sementara klasifikasi tersebut adalah pisau analisis untuk bedah masalah.

Seorang mantan bimbingannya menceritakan bagaimana Pak Oei ”geregetan” ketika sejawatnya tidak setuju dengan gagasannya tentang bioteknologi yang merupakan paduan biologi dan kimia. Ketika diserahi tanggung jawab memimpin Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi di ITB, yang dilakukannya adalah ”produksi” SDM.

Lebih radikal lagi, beliau juga melibatkan banyak sarjana dari luar ITB. Mereka diterima magang dulu, baru kemudian diberi beasiswa untuk studi S-2 di ITB atau bahkan sandwich. Perguruan tinggi mitra di luar negeri juga cukup ragam sehingga terjadi diversitas. Dalam waktu tidak lama terbentuklah massa kritis (critical mass) bioteknologi.

Oei Ban Liang dikenal sebagai ”pabrik” doktor. Tidak kurang dari 40 orang doktor berhasil lulus sebagai buah tangannya. Sebanyak 29 orang dibimbing langsung (sebagai promotor) dan 11 orang tidak langsung (sebagai ko-promotor). Belum lagi yang difasilitasi, baik dari ITB maupun perguruan tinggi lain, tidak terhitung banyaknya.

Lewat PAU Bioteknologi ITB saja telah dihasilkan tidak kurang dari 25 orang doktor. Apalagi jika ditambah dengan mereka yang pernah mendapat ”sentuhan” tangannya, baik di tingkat S-2 maupun S-1, yang kemudian termotivasi menjadi doktor. Selain itu, lahir dan berkembangnya Pascasarjana ITB dan PAU Bioteknologi ITB serta berkembangnya unit-unit bidang ilmu dan kelompok-kelompok kegiatan di Jurusan Kimia ITB juga adalah hasil rintisannya.

Bahkan, kontribusinya di Badan Tenaga Nuklir Nasional Bandung pun tidaklah kecil, dari berdirinya hingga dalam meningkatkan mutu pola pikir SDM.

Penyulut semangat

Oei Ban Liang yang lahir dari kalangan pedagang ini memilih takdirnya sebagai ilmuwan-pendidik. Salah satu titik kekuatannya adalah pada penguasaan konsep, metodologi riset, dan integritas peneliti (tekun, ulet, jujur, cermat, dan bertanggung jawab). Meski banyak anak didiknya yang gemetaran jika berhadapan dengannya, Oei memiliki kehangatan dan humanitas sehingga mampu menyulut semangat anak didiknya.

Di akhir hayatnya, gangguan ginjal telah menggerogotinya hingga harus cuci darah (hemodialisis) tiga kali seminggu. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat keilmuannya. Beberapa doktor bimbingannya tetap dapat menjalani sidang promosi ketika Oei sudah duduk di kursi roda. Ketika pendengaran dan retinanya mulai terganggu, seluruh anak bimbingnya sudah berhasil menyelesaikan studinya sehingga tanggung jawab sang guru Oei sudah selesai.

Daya ingat dan ketajaman pikirnya tidak pernah surut meski dalam keadaan sakit. Terhadap setiap yang hadir mengunjunginya, beliau tidak pernah lupa, bahkan membahas kegiatan-kegiatan yang sedang digeluti sang tamu. Selama bertahun-tahun menjalani terapi dan hemodialisis, ia tidak pernah lupa pada tahapan terapi yang harus dilakoninya dan banyaknya jenis obat yang harus diminum.

Bila ada obat yang tertinggal saat minum obat, langsung ditanyakannya kepada istri tercinta, Ari Roediretna, seperti yang terjadi pada sehari sebelum wafatnya.

Jumat, 19 November 2010, merupakan hari terakhir cuci darah bagi pria kelahiran Blitar yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-80 ini (31 Agustus 2010). Pada pukul 21.25 Tuhan menetapkan Oei harus kembali ke haribaan-Nya. Tugasnya dalam membina anak-anak bangsa telah selesai. Selamat jalan ”pabrik” doktor. Karya dan produkmu (SDM) senantiasa bermanfaat bagi bangsa dan negara, bahkan dunia.

ENDANG KUMALAWATI Salah Satu Mantan Anak Bimbingannya

Senin, 13 Desember 2010

Mengubah Air Tercemar Menjadi Air Bersih


Saat bencana terjadi, kelangkaan air bersih tentunya menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Pada kondisi ini banyak sumber air yang mengalami pencemaran. Lalu bagaimana caranya mengolah air bersih yang terkena pencemaran?


Dua pertiga dari berat tubuh manusia adalah air. Hal ini membuat manusia mampu bertahan hidup tanpa makanan selama tiga minggu, tetapi tidak mungkin hidup tanpa air selama lebih dari tiga hari.

Kondisi air yang dikategorikan aman dan sehat dikonsumsi adalah jernih, tak berwarna, tak berbau, tak berasa, bebas dari Penyakit yang mengandung mikroorgansime dan bebas zat kimia berbahaya.

Dengan adanya bencana alam tentunya membuat banyak sumber mata air bersih tercemar, baik karena bahaya biologis (seperti virus, bakteri atau cacing) maupun bahaya kimia (seperti deterjen, pelarut, sianida, logam berat, asam mineral dan organik, senyawa nitrogen, sulfida, amoniak dan senyawa organik beracun biosidal varietas besar).

Bahaya biologis dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti:

1. Diare

2. Infeksi cacing

3. Disentri (baik amuba dan bakteri)

4. Kolera

5. Masalah lambung

6. Penyakit tipus

7. Penyakit kuning


Sedangkan bahaya kimia dapat menyebabkan masalah kesehatan sebagai berikut:

1. Infeksi kulit

2. Gangguan usus

3. Gangguan hati, tulang dan sistem peredaran darah, kelahiran anomali

4. Anemia, kerusakan sumsum tulang, leukemia

5. Kerusakan sistem saraf pusat

6. Masalah karsinogenik


Bagaimana memurnikan air yang tercemar?

Dilansir dari
Webhealthcentre, Jumat (5/11/2010), pemurnian air yang banyak dilakukan ada tiga tahap, yaitu penyimpanan, filtrasi dan klorinasi. Tapi sepertinya tiga tahap ini belum cukup untuk benar-benar memurnikan air yang tercemar.

Berikut beberapaa cara lain untuk mengurangi bahaya pencemaran air baik secara biologis maupun kimiawi:

1. Penyaringan dan perebusan
Meski tampak bersih, air yang akan diminum harus disaring dan direbus hingga mendidih setidaknya selama 5-10 menit. Hal ini dapat membunuh bakteri, spora, ova, kista dan mensterilkan air. Proses ini juga menghilangkan karbon dioksida dan pengendapan kalsium karbonat.

2. Disinfeksi kimia
Hal ini berguna untuk memurnikan air yang disimpan pada tempat seperti di genangan air, tangki atau air sumur.

3. Bubuk pemutih
Proses ini merupakan diklorinasi kapur. 2,3 gram bubuk pemutih diperlukan untuk mendisinfeksi 1 meter kubik (1.000 liter) air. Tapi air yang sangat tercemar dan keruh tidak bisa dimurnikan dengan metode ini.

Bubuk pemutih merupakan senyawa tidak stabil dengan bau yang menyengat. Ketika senyawa ini terkena udara, cahaya atau kelembaban, maka senyawa ini akan cepat kehilangan kadar klorin, sehingga menjadi tidak efektif.

4. Tablet klorin
Dipasaran, tablet klorin dijual dengan nama tablet halazone. Senyawa ini mungkin cukup mahal tetapi efektif untuk memurnikan air dengan skala kecil.

Tablet klorin 'smarter' telah diperkenalkan baru-baru ini. Tablet klorin ini 15-20 kali lebih kuat dari tablet halogen. Satu pil 0.5 gms, cukup untuk mendisinfeksi 20 liter air.

5. Filter
Ada beberapa jenis filter, antara lain filter keramik 'lilin' dan UV filter.

Bagian utama dari sebuah filter keramik 'lilin' ini adalah lilin yang terbuat dari porselin atau tanah infusorial. Permukaannya dilapisi dengan katalis perak sehingga bakteri yang masuk ke dalam akan dibunuh. Metode ini menghilangkan bakteri yang biasanya ditemukan dalam minum air, tetapi tidak efektif dengan virus yang bisa lolos saringan.

Alat UV filter umumnya terdiri dari prefilter, yaitu filter kotoran fisik. Kartrid karbon menghilangkan air dari kotoran organik yang berwarna, bau, bebas klorin dan lainnya. Sedangkan berkas sinar UV berfungsi untuk menghilangkan bakteri dan virus.

Sumber : http://www.detikhealth.com/read/2010/11/05/145527/1487210/766/mengolah-air-bersih-yang-tercemar?993306755

Kamis, 09 Desember 2010

Savante Arreneuz, alumni Kimia Unjani I meraih Gelar Doktor


DR. Savante Arreneus dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 5 Agustus 1971, sebagai anak sulung dari 4 bersaudara dari orang tua Binsalib M. dan Nurhayati. Menyelesaikan pendidikan SD s.d SMA di Sawahlunto, dan memperoleh gelar Sarjana Kimia pada tahun 1995 di Jurusan Kimia Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI) Cimahi. Pada tahun 2001 menyelesaikan Magister Kimia di Jurusan Kimia Universitas Andalas Padang dan pada tahu 2005 mendapat kesempatan untuk mengikuti Program Doktor di Program Pasca Sarjana ITB dengan beasiswa BPPS dalam bidang Biokimia di bawah bimbingan Bapak Prof. Akhmaloka, Ph.D sebagai promotor, dengan co promotor Fida Madayanti, Ph.D dan Dr. Rukman Hertadi. Tanggal 9 Desember 2010, mendapatkan gelar Doktor pada sidang terbuka di Program Pascasarjana ITB. Dari tahun 2000 sampai sekarang menjadi dosen di Jurusan Kimia Universitas Tanjungpura, Pontianak. Savante menikah dengan dr. Dewi Setiawati dan mempunyai 3 orang anak yaitu: Mikail Avicenna, Charissa Seravinna Az-Zahra dan Sheera Aisya Zavira.

Rabu, 08 Desember 2010

Beasiswa S-2/S-3 Dikti sudah Dibuka

Senin, 6 Desember 2010 | 11:13 WIB

KOMPAS.com - Pendaftaran beasiswa S-2/S-3 Luar Negeri dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional (Dikti Kemdiknas) sudah dibuka untuk gelombang 6 alokasi tahun 2011. Program beasiswa ini diperuntukkan bagi dosen Tetap PTN, dosen DPk dan dosen tetap yayasan (PTS) di lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional, terutama untuk program S-3 (PhD).

Bagi yang berminat, pendaftaran beasiswa secara online bisa dilakukan melalui situs http://beasiswa.dikti.go.id/. Melalui pendaftaran secara online ini, setiap pendaftar akan memperoleh nomor registrasi online.

Selanjutnya, untuk mengklarifikasi informasi yang telah disampaikan secara online itu, pelamar harus mengirimkan berkas-berkas lamaran berupa:

-Nomor Registrasi Online

-Surat keterangan dari Rektor dan/atau Kopertis

-Form A Dikti

-Letter of Acceptance dari perguruan tinggi yang terakreditasi

-Foto kopi ijazah S-1 bagi pelamar jenjang S-2 dan ijazah S-2 bagi pelamar jenjang S-3

-Bukti kemampuan berbahasa Inggris (TOEFL/IELTS), Jerman, Perancis, Jepang atau bahasa lain sesuai negara tempat perguruan tinggi yang dituju (tidak lebih dari 2 tahun terakhir)

-Surat rekomendasi (3 buah)

-Proposal penelitian

Seluruh berkas tersebut di atas dimasukkan dalam amplop coklat dengan menuliskan nama, alamat, serta nomor registrasi online pengirim dan dikirim ke alamat: Direktorat Ketenagaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kompleks Kemdiknas Gedung D Lantai 5 Jln. Jenderal Sudirman, Pintu 1 Senayan, Jakarta.

Batas akhir pengiriman berkas pendaftaran paling lambat diterima 30 Januari 2011 pukul 15.00 WIB. Informasi bisa disampaikan melalui email: blndikti@gmail.com.

150.000 Dosen Belum Optimal Meneliti

Rabu, 8 Desember 2010 | 02:39 WIB

Jakarta, Kompas - Dari sekitar 150.000 dosen di berbagai perguruan tinggi serta 10.000 peneliti di berbagai lembaga penelitian, kontribusi mereka dalam melakukan penelitian belum optimal.

Dalam acara malam Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (AKIL) 2010, akhir pekan lalu, terungkap hanya sekitar 176 usulan penelitian yang masuk. Dari 25 anugerah yang disediakan dengan penghargaan untuk setiap peneliti Rp 250 juta, dewan juri hanya memutuskan 15 peneliti yang layak mendapatkan anugerah kekayaan intelektual luar biasa.

Pada penghargaan AKIL pertama tahun lalu, sebenarnya pemerintah menyediakan anugerah untuk 50 peneliti. Namun, penghargaan itu hanya terserap sekitar 50 persen sehingga jumlah penghargaan tahun ini dikurangi menjadi 25 anugerah.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional sekaligus Penasihat AKIL 2010 Djoko Santoso mengatakan, jumlah pelamar yang masuk terlalu kecil dibandingkan potensi peneliti Indonesia. ”Ke depan perlu perbaikan dari sosialisasi dan cara seleksi. Tetapi yang utama bagaimana potensi peneliti Indonesia itu berkembang dan menghasilkan karya penelitian yang luar biasa bagi bangsa ini,” kata Djoko.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal menambahkan, pemberian anugerah ini untuk menumbuhkan karya kreatif dan inovatif di kalangan peneliti.

Penghargaan AKIL yang memasuki tahun kedua itu merupakan kerja sama Kemendiknas; Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian Pertanian; Kementerian Riset dan Teknologi; serta Kementerian Perdagangan.

Sejumlah peneliti yang menerima AKIL 2010 ternyata juga memiliki reputasi sebagai peneliti internasional. Bahkan, ada karya intelektual peneliti Indonesia yang sudah dipatenkan di luar negeri. (ELN)