Hendaklah kamu semua mengusahakan ilmu pengetahuan itu sebelum dilenyapkan. Lenyapnya ilmu pengetahuan ialah dengan matinya orang-orang yang memberikan atau mengajarkannya. Seorang itu tidaklah dilahirkan langsung pandai, jadi ilmu pengetahuan itu pastilah harus dengan belajar. ( Ibnu Mas’ud r.a )

PHOTO TERBARU

PHOTO TERBARU
Studi Industri 2015

Rabu, 09 Februari 2011

Plus-Minus Semester Pendek

Setiap perguruan tinggi tentu memiliki peraturan yang berbeda demi terciptanya suatu lulusan yang memiliki sumber daya manusia (SDM) unggul. Salah satu kebijakan yang dibuat di antaranya mengenai program semester pendek. Namanya saja semester pendek maka perkuliahan yang dijalankan dalam program ini bersifat pemadatan. Dengan kata lain materi perkuliahan yang sedianya digelar dalam satu semester dipadatkan menjadi beberapa bulan saja.
Di kalangan mahasiswa kebijakan program semester pendek tergolong cukup populer. Selain dinilai praktis sebagai cara mudah mempersingkat masa studi. Selain itu bagi mereka yang kurang mendapatkan nilai maksimal di perkuliahan reguler juga dapat memanfaatkan program ini sebagai kesempatan untuk remediasi. Hanya saja kemudahan yang ditawarkan program ini terkadang justru disalahartikan sebagian mahasiswa. Mereka menjadi malas untuk berusaha di perkuliahan reguler dan hanya bergantung pada pelaksanaan semester pendek.
Berdasar atas kondisi tersebut maka kemudian banyak yang mempertanyakan soal keefektifan dan keefisienan pelaksanaan semester pendek atau lebih dikenal disebut sebagai SP. Sehubungan dengan ini Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta, Drs Buddy Riyanto MSi kepada Tim Akademia mengatakan penyelenggaraan SP pada dasarnya demi kebaikan mahasiswa itu sendiri.
Diutarakan mahasiswa yang mendapat nilai kurang memuaskan, dengan program semester pendek diberikan kesempatan untuk memperbaiki. “Semester pendek adalah proses perkuliahan yang dilaksanakan dalam waktu singkat, misalkan seharusnya mahasiswa menempuh mata kuliah selama 4 bulan, mahasiswa dapat mengikuti semester pendek selama 2 bulan saja, tentunya hal ini disyaratkan bagi mahasiswa yang ingin memperbaiki nilai,” ujar dia.
Berkaca pada pelaksanaan semester pendek di Unisri, Buddy mengatakan tidak bersifat wajib. Hanya saja bagi mahasiswa yang bernilai buruk, misalnya nilai di perkuliahan reguler maka dosen akan memberikan arahan untuk mengulangnya di semester pendek. Diterangkan untuk pelaksanaan semester pendek di Unisri digelar sekali dalam setahun. Dalam pelaksanaanya, pihak universitas mensyaratkan adanya batasan peserta.
“Di Jurusan Komunikasi peserta maksimal delapan orang, lebih ataupun kurang tak diperbolehkan. Dalam hal ini para dosen harus berusaha lebih baik lagi dalam proses pembelajaran agar nilai yang dicapai mahasiswa menjadi lebih baik,“ imbuhnya.
Terpisah, dengan alasan efektivitas, Universitas Sebelas Maret telah menghentikan program semester pendek sejak tahun 2007 lalu. Dekan FISIP UNS, Drs Supriyadi SU mengatakan penghentian kebijakan tersebut didasarkan atas surat keputusan Rektor UNS. “Pertimbangannya bahwa semester pendek meskipun efisien tetapi kurang efektif. Karena itu untuk menunjang efektivitas pembelajaran lebih dipilih model kurikulum berbasis kompetensi (KBK) agar mahasiswa lebih intensif dalam mengikuti kuliah,” papar dia.
Sementara mengenai mata kuliah yang tertinggal, dengan ditiadakannya semester pendek maka bisa ditempuh di semester berikutnya. Sebaliknya bagi mahasiswa yang berkeinginan mengambil mata kuliah di semester berikutnya lebih awal juga diperbolehkan. “Ini sesuai ketentuan dalam kebijakan sistem kredit yang kita gunakan,” imbuh Supriyadi.
Kerugian
Disinggung mengenai pandangan mahasiswa yang menilai semester pendek sebagai salah satu upaya mempercepat kelulusan, Supriyadi tidak banyak berkomentar. Kendati menguntungkan untuk mempercepat kelulusan tetapi kerugian yang diperoleh juga tidak bisa dibilang sedikit. Sebab, pendeknya waktu perkuliahan menyebabkan mahasiswa seolah dipaksa memahami materi sebanyak ketika menempuh kuliah reguler.
“Memang benar jika di semester pendek sudah pasti dianggap lulus. Tapi untuk pemahaman tentang mata kuliah tersebut mungkin sulit. Sehingga mahasiswa cenderung lebih memilih “hanya” lulus dan mendapat titel, ketimbang lulus dengan menguasai mata kuliah yang diajarkan,” papar dia.
Terlepas dari perbedaan kebijakan yang diterapkan setiap perguruan tinggi, sebagai mahasiswa tentu sudah bisa menimbang apa yang terbaik bagi dirinya. Salah seorang mahasiswa Jurusan PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Anindita Ayu S, misalnya berpendapat tak ada salahnya mahasiswa mengikuti semester pendek. Hanya saja hal itu harus benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Sebab menurut mahasiswa yang juga pernah mengikuti program semester pendek ini, dibutuhkan biaya yang relatif tidak murah. Dukungan dosen juga perlu diperoleh agar mahasiswa mampu menyelesaikan mata kuliah yang belum berhasil ditempuhnya. “Kalau memang sudah mampu mengikuti kuliah biasa kenapa mengikuti semester pendek? Karena itu sebelum mengikuti kita harus paham benar apa manfaat yang diperoleh,” ujar dia. (arum/bintang/radit)
Sumber: http://harianjoglosemar.com/berita/plus-minus-semester-pendek-31543.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar